Pertanyaan yang sebenarnya super gampang banget, tapi buat menjawab pertanyaan ini, ane harus cari hal yang bisa dipertanggungjawabkan secara intelek nih. Jawabannya sih iya, kalau dilihat dari sudut pandang manusia biasa yang suka banget sama ilmu pengetahuan, karena dengan pengetahuan itu dia bisa jadi berkuasa gitu loh.
Jadi, manusia yang pinter baca dan paham gimana cara mempraktekin ilmu yang dia baca, dia bisa gampang banget kuasain dunia. Tapi, apakah semua manusia paham sama apa yang mereka baca atau lihat? Kan bisa aja nggak dong!
Kalau dilihat dari sudut pandang agama, kita harus pilih-pilih banget bacaan kita. Soalnya, di kitab suci atau ajaran nabi ada perintah buat nggak baca hal-hal yang bisa bikin pikiran dan keyakinan kita jadi berantakan, yang bertentangan sama ajaran agama dan bisa bikin keimanan kita jadi lemah. Jadi, jangan baca hal-hal kayak gitu deh, meskipun keliatannya bener, tapi tetep nggak boleh baca biar tingkat keimanan kita tetep tinggi.
Terus, gimana sih sebenernya dasar keagamaan itu? Kuat nggak sih kayak yang dibilang sama nabi-nabi dalam firman Tuhan, atau malah lemah karena bacaan yang nggak sesuai bisa bikin kita jadi ragu-ragu sama agama kita? Kalau ente yakin banget dan nggak mau repot nyari yang lain, seharusnya ente nggak perlu lanjut baca artikel ini deh. Tapi kalau ente siap dengan konsekuensinya, boleh dilanjutin.
Tapi perlu ane tegaskan lagi, ane nggak bertanggung jawab kalau tulisan ini bikin pikiran dan keyakinanmu jadi kacau. ane nulis ini bukan karena ane pengen ajak ente ke jalan setan, bukan juga ane mau mempengaruhi ente semua buat ngerti apa yang ane pikirin. ane cuma mau ngikutin takdir Tuhan aja, dengan nulis hal yang nggak sesuai dengan ajarannya dan menguji apakah keimanannya sesuai sama yang seharusnya dijelasin dalam kitab agama.
Dan sekali lagi, firman Tuhan bisa kalah sama akal pikiran dengan kesombongannya.
Kita balik lagi ke topiknya ya… sebagai manusia beragama, ane ngerasa perlu membatasin tindakan ane di dunia ini. Tapi dengan takdir Tuhan, ane nggak bisa ngelakuin itu, dan karena itu lah artikel yang bikin pikiran manusia jadi busuk kayak gini tercipta, dengan nafsu binatangnya yang bikin dia bebas ngelakuin apa aja. Kita hidup di dunia ini butuh pedoman, orang-orang beragama milih pedoman mereka masing-masing dari kitab suci agama mereka. Dengan sifat manusia yang rakus, haus kekuasaan, pengetahuan, dan kekuatan, mereka pilih pedoman dari sifat rakus mereka itu, yaitu nafsu binatang. Nah, di sinilah kitab agama berfungsi, buat ngebatesin kelakuan manusia dari sifat binatangnya. Terus, gimana dengan yang nggak punya kitab agama? Mereka ngikutin insting hidup masing-masing, yang jadi pedoman hidup mereka, entah itu norma agama, norma pemerintahan, norma etika, atau bahkan norma yang mereka buat sendiri, yang penting itu baik dan nggak merugikan orang lain, kenapa kita harus masalahin? Mungkin Tuhan bakal hukum orang yang nggak ngikutin yang bener? Siapa tahu?
Terus, lagi-lagi, apakah perlu kita baca? Jadi gini, kadang-kadang kita baca yang nggak kita pahami, tapi dengan bacaan itu kita jadi paham, kan gitu kan? Bener juga kan, kalau kita baca semua yang ada hubungannya sama suatu masalah, kita jadi tau cara ngatasi masalah itu kan? Nggak kebayang juga kalau kita nggak ngerti apa yang kita baca, kita bakal terdoktrin sama bacaan itu dan menganggapnya sebagai kebenaran.
Yuk, kita akhiri topik yang bikin pusing ini. “Manusia yang dianggap paling mulia, yang punya akhlak bagus aja kadang-kadang nggak bisa baca, jadi jangan terlalu banyak baca, karena bacaan itu kayak minuman keras, ada banyak manfaatnya tapi juga banyak bahayanya, dan akal manusia nggak bisa nge-filter semuanya, jadi udah jadi sifat manusia, kita perlu punya kepercayaan buat percaya sama suatu bacaan yang kita anggap bener. Tapi kenapa firman pertama nyuruh manusia berakhlak mulia itu buat baca? Pertama, bacaan itu nggak harus selalu tulisan, bisa aja baca alam, baca situasi, keadaan, dan sebagainya. Kedua, kita dikasih sifat buta huruf supaya kita bisa ngasih filter, meneliti, dan tahu apa yang nggak diketahui banyak orang…”
Nah, kita simpulkan aja ya, masalah kehidupan itu nggak cuma soal matematika aja. Kita nggak tahu cara mencari kebenaran dari banyak bacaan dan kita nggak bakal tau ukuran kebenaran. Tapi yang bisa kita lakuin cuma usaha cari kebenaran, dan itu yang harus kita selalu lakuin. Nggak peduli banyak baca atau nggak baca, kita perlu usaha cari kebenaran. Kadang-kadang dengan banyak baca, keimanan kita malah turun karena jadi ragu-ragu dan gelisah. Tapi dengan lebih banyak baca lagi, kita makin ragu dan makin gelisah, di situlah kita sadar bahwa kita cuma titik kecil di alam semesta yang berusaha cari kebenaran. Dan dari situ, keimanan kita bakal naik. Nggak cuma beragama, tapi beriman. Jadi, perlu nggak sih kita baca? Wallahu a’lam