Pencarian Sang Hyang Widhi

Mungkin sang Hyang Widhi membuktikan keberadaannya kepada dunia, dengan membiarkan manusia mencarinya. Ada yang menemukan dan ada yang tidak. Ada yang berusaha mencari dengan segala kebetulannya dan ada yang berusaha melupakan karena terlalu rumit untuk dipahami. Dibuktikan dengan saat ini atau saat dahulu, tidak ada yang benar-benar mengenal namanya, bahkan nama panggilannya pun berbeda-beda. Ada yang mengira bahwa kita manusia adalah jelmaan dewa/tuhan, Ia bisa bersenang-senang dan marah. Ada juga yang berpikir bahwa tak boleh menyamakan manusia dengan yang menciptakannya dan menyimpulkan bahwa ialah zat superior yang tak ada duanya. Bahkan para ilmuwan yang pemikirannya merubah dunia pun memilih untuk memuja Ia yang tidak berkepribadian atau memuja semesta dengan segala keindahan dan kekompleksannya.

Bukan tanpa alasan, mungkin mereka tahu siapa Sang Hyang Widhi yang sebenarnya, seperti apa kejahatannya, ketidaktahuan yang ditahu-tahukannya, dengan firman perasaan yang selalu berubah-berubah. Para deisme berpikir tentang menentukan bahwa sang Hyang Widhi memiliki kepribadian dengan percaya pada penyampai firman adalah kejahatan terhadap sang Hyang Widhi. Bagaimana mungkin, ia yang tahu segalanya dari penciptaan sampai kehancurannya, mempermainkan bahan ciptaannya, bahkan menjustifikasi bahwa yang tidak lahir di tempat mereka bukanlah manusia yang dipilihnya, yang berbeda keyakinannya karena pengaruh makhluk jahat yang ia ciptakan ditempatkan ditempat yang paling hina yang ia ciptakan pula. Ia tahu bahwa manusia pertama melanggar peraturannya sudah ada dalam rencananya, ia tahu bahwa kemiskinan, kejahatan dunia, segala penyakit sudah ada dalam rencananya, walaupun segala sesuatu itu memiliki penyembuh tapi itu tidak cukup untuk membuktikan bahwa Ia merupakan perancang skenario terjahat, yang membuat sesuatu hanya untuk kesenangannya.

Bila benar seperti itu maka rasa cinta, sedih, dan marah hanya kesemuan belaka. Bagaimana mungkin untuk berprasangka baik pada sang Hyang Widhi berkepribadian? Berprasangka baik pada sang Hyang Widhi adalah asumsi bahwa sang Hyang Widhi tidak memiliki kepribadian. Ia menciptakan segalanya tapi ia tidak tahu beberapa, ia mengawasi tapi ia tak punya prediksi, Ia maha tahu tapi Ia juga maha tidak tahu. Seperti paradoks, apakah sang Hyang Widhi dapat menciptakan batu yang tidak bisa dikuasainya? Jika ya, maka sang Hyang Widhi lemah karena ada sesuatu yang tidak dapat dikuasainya. Jika tidak, Ia berarti bukan maha kuasa? atau dijawab oleh orang berkeyakinan tinggi, persoalan semacam ini seperti mempertanyakan hasil suatu bilangan selain 0 dibagi dengan 0, atau bertanya apakah laki-laki melahirkan, memilih pemimpin yang sekeyakinan walaupun buruk atau pemimpin tidak sekeyakinan tapi baik, dan pertanyaan-pertanyaan tidak relevan lainnya. Atau logika semacam ini menjadi prasangka baik kepada sang Hyang Widhi dengan menyimpulkan “berarti ia maha kuasa karena ia dapat menjadikan DiriNya sendiri berkuasa maupun tidak”.

Pada akhirnya itu semua tergantung pada Anda sendiri, Anda memilih berkeyakinan atau tidak berkeyakinan itu semua tidak penting, yang terpenting adalah apakah Anda bisa mempertanggungjawabkan semua keputusan Anda dengan sebaik-baiknya. Seberapa baik ataupun buruk, benar ataupun salah, berilmu ataupun tidak, semuanya tidak terlalu penting, yang terpenting adalah berusaha untuk menjadi baik, menjadi benar, menjadi berilmu. Karena saat mencari sesuatu yang tidak bisa dicari, dengan memakan waktu lama, Anda sadar hasilnya tak terlalu penting karena ia sudah jelas tidak bisa dicari namun di perjalanan mencari selalu ada banyak kejadian yang bisa dihikmahkan bagi binatang berakal.