Bumi akan selalu seimbang, kita tetaplah seperti ini, sebagai pelengkap dari keabsahan manusia manusia yang duduk di kursi jabatan dan manusia manusia yang selalu ada di pentas popularitas.
Mereka yang kritis kita yang tak kritis, mereka yang berjiwa pemimpin kita yang berjiwa pengikut, mereka yang kritis yang menyalahkan ketidak kritisan kita, dan kita yang tidak kritis dengki terhadap mereka yang kritis. Mereka yang selalu optimis dan berpikir inovatif, kita yang selalu negatif dan berpikir represif.
Kita selalu menginginkan menjadi mereka, dengan mengikuti seminar seminar yang membawa motivasi, kajian kajian keagamaan yang membuat menjadi lebih religius. Namun kita tidak akan pernah bisa menjadi mereka dan mereka tidak akan mau menjadi kita. Impian kita terus berkembang dan mental terus berkata ingin, namun bukankah kenyataan dibuat oleh kejahatan bernama kehidupan?
Kehilangan kepercayaan, kekecewaan terhadap diri sendiri, ketidakberanian mengemukakan, moralitas yang rendah dan ketakutan akan kenyataan, itulah yang digunakan mereka untuk membantu sekaligus memanfaatkan kita. Mereka memfasilitasi kita untuk lari dari kenyataan, tempat tempat hiburan yang memabukkan, permainan dan film yang menghabiskan waktu, pakaian bermerk, kendaraan mahal, benda-benda canggih dan berteknologi, kata-kata motivasi dan ceramah yang memperkuat keimanan. Materialistik dan hedonis dipadukan dengan agama. Semuanya adalah hal yang sama, membuang waktu dan menimbulkan kepuasan atau perasaan puas. Saat kita bermain dengan kepuasan kecil, mereka bermain dengan kepuasan besar, yaitu menguasai dan mengendalikan semua kepuasan kecil.
Pada akhirnya, semuanya hanya masalah waktu. Yang kita lakukan saat ini atau kemarin atau besok lusa hanya membuang waktu. Berteman, bepergian, menonton film, bermain permainan, berolahraga, membaca buku, menulis, kajian keagamaan, pelatihan motivasi, keorganisasian, bahkan belajar pun, semuanya membuang waktu. Karena waktu adalah limbah.
Alam semesta adalah tempat membuang waktu tersebut.
Saat aku lapar dan tak punya apa-apa untuk dimakan, aku minum sebanyak-banyaknya untuk mengisi kekosongan. Saat aku menginginkan jawaban dan tak punya apa-apa untuk ditanyakan, aku benamkan dengan pengetahuan dan keyakinan sebanyak-banyaknya untuk mengisi kekosongan.
Telanjangi semua doktrin semua keyakinan, gunakan segala rasionalitas, akal, pengalaman intuitif dan imajinatif, pasti yang didapatkan hanya omong kosong belaka, tak pernah ada kepuasan. Yang terjadi hanyalah kehampaan yang sulit dijelaskan, namun mereka tetap mencari sang misterius. Karena mereka bukan mencari kebenaran konvensional dan sederhana, yang mereka inginkan hanyalah kompleksitas untuk dituliskan demi makhluk yang berevolusi selanjutnya agar akal dan hati nuraninya tak pernah mati, senantiasa berpikir dan mencari, merasakan dan meyakini. Karena kesederhanaan tidak pernah mereka pahami, begitu sederhananya sampai mereka tak pernah berhasil menemukan, kesederhanaan rumit nan tak perlu dijelaskan"
— laataiasu, dengan segala bahasa orang stadarnya ia merasa bahwa bahasanya adalah bahasa manusia istimewa. Hanya bermodalkan imbuhan ke-an, emosinya selalu mengambil alih logika, pengandaian yang selalu berlebihan dan berkurang, pendiriannya adalah tak berpendirian, saat bahagia dan berfilosofi ia tak memiliki tuhan, saat sedih dan terpojok ia mencari tuhan, syair tak indah, tak berima, hanya mengeluarkan sampah otak, yang apabila disusun pun tetap menjadi sampah.