Bosen woy pake sua saya, pake bahasa indonesia yang baku dll. Harus mikir apa yang perlu ditulis biar semuanya nyambung. Tapi pas cape-cape dipikirin ga ada yang nyambung. Daripada baku tapi ga nyambung kenapa sekalian aja ga baku dan ga nyambung ? kan lebih sia-sia ?

“Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Masa Bodo!” –KH. Jati.

Tentang ketelanjangan…

Gatau kenapa aku ngerasa perlu untuk nulisin yang kaya gini. Setiap manusia hidup dan merasa tau untuk apa hidup atau gatau. Yang jelas untuk menuhin waktunya yang ga terpakai mereka harus kerja, berkarya. Yang ga kerja lama-kelamaan gengsi ngeliat yang lain kerja dan akhirnya mereka kerja juga. Dan terbentuklah apa yang dinamakan budaya yang fungsinya nunjang hidup, memudahkan hidup atau apapunlah itu padahal sebenernya mah ya emang karena ga ada kerjaan aja gitu. Tiap hari makan, ngiwi, nanem, dsb. Rutinitas yang menjenuhkan membuat orang-orang ini bosan. (ga konsisten yah kadang pake imbuhan –kan kadang pake in, bodo amat!) Dan dari budaya ini lahirlah apa yang mereka namakan sebagai karya.

NOTES : Ini pandangan sempit saya ya..

Apa-apa yang sudah dibuat atau dikerjakan itu harus dipatenkan. Dan orang yang berkarya itu nanti akan dikenal, merasa bangga, dan merasa lebih dari yang lain. Bisa juga disebut sebagai prestasi. Padahal semuanya itu punya prestasinya masing-masing ga perlu dibanggain di khalayak umum dll lah. Sebagai contoh kata pencuri, mencuri itu bener karena ia sudah apply kerja dimana-tapi ga diterima-terima, modal gapunya, perut merengek terus, ya jelas mencuri itu benar, tapi umum atau mayoritas nganggep itu salah. Sebenernya itu prestasi si pencuri, tapi sedihnya ga pernah diakuin. Sekali lagi, masalah pengakuan! Katanya masalah perspektif! Tapi itu memang benar juga, benar-benar omong kosong!

Coba kita mencoba merasakan jadi orang jaman dulu, yang kerjanya gitu-gitu aja, sampai ada 1 atau 2 orang yang berpikir bahwa mereka harus berubah, bosen hidup gitu-gitu aja, dan berpikir gimana caranya mempersingkat atau mempermudah hidupnya. Lalu terciptalah karya, dan hidup mereka lama kelamaan berubah. Ninggalin tradisi dan rutinitas sebelumnya yang selalu gitu-gitu aja. Mayoritas muji-muji hasil kerja mereka. Tapi selalu aja ada yang iri atau dengki dengan pencapaiannya, dan inilah manusia-manusia yang perlu kita beri simpati, yang perlu kita coba untuk ngerasain jadi mereka, atau di jaman ini kita bener-bener ngerasain jadi mereka ? yang gapunya andil dalam pembangunan, yang gabisa mikir apa-apa, yang gabisa nyumbang fisik sekuat tenaga, yang gapunya apa-apa untuk ditujuankan.Bahkan berdoa pun gabisa karena gatau kepada siapa atau apa ia harus berdoa.Jiwa ngikutin arus air, bodo amat mau dibawa ke jurang, karena udah mikir nanti juga sama matahari diuapin, keatas lagi, hujan, jadi air lagi, ke atas lagi, ke bawah lagi, terus muncratt dech. Pasrahkah ia sama takdir ? Tentu Nggak! Mereka milih hidup seperti ini dan inilah prestasi mereka!

Siapa coba yang bisa menanggung beban ini selain mereka ? yang ga punya apa-apa untuk dibanggakan, kalo temennya udah mikir gimana caranya memanipulasi data untuk merombak pikiran pendek dan dangkal rakyat dalam menerima informasi dengan proses pendidikan, mereka ini mikir gimana caranya ngalahin temennya dengan cara ngejatuhin mereka. Bahkan gapunya masa depan untuk dipikirkan, karena dalam bayangannya orang lain udah berusaha lebih dari dirinya, dia ga akan bisa nyusul, apalagi ia pikir otaknya mentok gabisa mikirin apa-apalagi selain sex and death. Siapa coba yang bisa menanggung amanah yang terus diberikan kepada mereka ?

Prestasinya adalah malas-malasan yang membuat orang lain bisa melebihi darinya. Prestasinya adalah menuruti apa yang dikatakan siapa yang ia anggap tinggi dan luhur ntah itu moralnya atau uangnya dan membantu orang tinggi untuk mencapai cita-citanya. Prestasinya ialah membuat dirinya serendah mungkin biar manusia lain ga ada yang mikir sama kaya dirinya serendah-rendahnya. Prestasinya ialah membuat setan merasa berguna dan bangga atas kehadirannya karena dapat memengaruhi manusia. Prestasinya adalah bersikap individualis dan apatis yang membuat orang simpatis terlihat keberadaannya. Prestasinya ialah membusukan moral dirinya agar orang yang hijrah dan soleh benar-benar terlihat sebagai intan permata yang benar-benar indah. Prestasinya ialah menunjukan kebejatan moral yang nantinya bisa dituliskan pemikir sebagai karya ilmiah atau bagaimana cara mengobatinya.

Yang sering kita pikir ga guna atau sering kita maki-maki mending gausah hidup ternyata punya kebesaran eksistensi yang lebih besar daripada kita yang mikir jelek tentangnya. Dan akhirnya mereka ini membuat kita berpikir, tidak ada beban yang melebihi beban amanahnya orang rendah. Orang tinggi amanahnya cuman gimana caranya ngurusin orang rendah, tapi si orang rendah amanahnya gimana caranya biar orang tinggi merasakan ketinggiannya mengurus orang rendah, terus menanggung beban tanggung jawabnya karena tidak bisa membanggakan orangtua, agama, negara,dll.

Akhirnya semuanya punya andil dalam semesta dan kehidupan, tindakannya yang dipikir ga ngapa-ngapain pun sebenernya berguna bagi keseimbangan semesta. Tinggi rendah, Dalam dangkal itu cuman interpretasi indra manusia doang, tapi perasaan bisa berkata lebih, bahwa semuanya berguna dan memiliki manfaat, walaupun logikanya atau yang sebenernya nggak. Jadi, SEMAKIN LUAS ITU SEMAKIN TOLOL! SEMAKIN SEMPIT ITU SEMAKIN BAGUS! SEMAKIN LUAS PANDANGAN SEMAKIN TOLOL! SEMAKIN SEMPIT PANDANGAN dan seterusnya! Anak kecil masih punya banyak impian dan cita-cita. Tapi kalo udah dewasa ia sadar bahwa ia harus terdiferensiasi, terspesialisasi menjadi sesuatu yang berguna dan akhirnya mati, melupakan cita-citanya yang banyak dari kecil tadi. Lihatkan, anak kecil lebih tolol dari orang dewasa yang sempit! Orang dewasa yang sempit pasti lebih pintar dari anak kecil.

Ini hanyalah sudut pandang dari orang yang senang bermalas-malasan, yang pengen dianggap bahwa kehadirannya juga bermanfaat bagi yang lain. Kan katanya, kita harus liat dari sudut pandang yang lain? Ya marilah kita lihat sudut pandang orang yang nulis ini. Terus kesimpulannya, masihkah kamu bangga-banggakan yang namanya PERSPEKTIF, POINT OF VIEW, atau SUDUT PANDANG itu?