Lihatlah mereka!
Entahlah apa yang perlu diberitahukan, dituliskan, dicari, atau dirasakan.
Apabila firman pertama Tuhan tak pernah dimaknai, hanya diterjemahkan dan diartikan. Apabila teori-teori tak pernah dipraktekkan, hanya dibanggakan dan disombongkan. Apabila pahlawan-pahlawan tak pernah diteladani, hanya dikenang dan dihafal. Apabila buku-buku tak pernah dibaca, hanya didiamkan berdebu dan dijual. Apabila modernitas tak pernah dikritisi, hanya dijunjung tinggi dan dimuliakan. Apabila persahabatan tak pernah disejajarkan, hanya kesenangan dan kesemuanya. Apabila pendidikan tak pernah mengindahkan intelektual dan moralitas, hanya digantikan hedonisme dan materialisme. Apabila hidup tak pernah direnungkan, hanya dijalani dan dibuang.
Entahlah apa yang perlu…
Dasar kalian, wahai penyembah ekualitas!
Yang selalu aneh dengan perbedaan, yang mengecam terus-menerus kepada apa yang tidak baik menurutnya. Apabila dunia yang dilihatnya indah, maka orang lain harus merasakan keindahan yang dilihatnya, tanpa perlu memperhatikan kedalaman orang yang dilihat tidak merasakan keindahan dunia. Padahal ironi dan tragedi bagian dari dunia, tapi kalian, penyembah ekualitas, siapa kalian? Berani-beraninya meniadakan apa yang seharusnya ada, yang telah ada sejalan dengan semesta, bahkan semesta pun memauinya. Hmm, semboyannya Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetap satu jua. Tapi itu hanya semboyan belaka, slogan-slogan industri yang bertolak belakang dengan keadaan sebenarnya. Dan nyatanya itu terjadi, bersama-sama dengan beda jua.
Bumbu-bumbu yang hanya ditaruh di luar tapi tak pernah meresap merasuki ke dalam. Dan juga atau tujuan itu hanya berada di luar, tak pernah meresap ke daging-daging perbedaan. Tapi juga itu sudah dikonsumsi berjuta-juta orang. Apabila yang dimakan hanya kulitnya saja, tentu lezatlah bagian tersebut, tapi kalian tidak pernah kenyang hanya memakan kulit, dimakanlah dagingnya dan dirasakan kehambaran perbedaan itu. Kalian mengecam rasa kehambarnya tanpa sadar perbedaan itulah masalahnya. Dan kalian pikir apabila daging perbedaan digantikan daging persamaan, bumbunya bisa meresap tidak hanya di juga tapi di semua! Toh siapa yang tahu, bagaimana apabila daging persamaan itu sebenarnya busuk?
Sebenarnya kunci dari meresapnya segala sesuatu itu adalah waktu, tapi kenapa bertahun-tahun lamanya belum pernah dirasakan lezatnya daging itu? Di kulit sudah lezat tapi kenapa belum meresap ke semua bagian setelah sekian lamanya waktu berjalan. Mungkin ada bagian daging yang busuk, mungkin ada yang membusukkan dan dibusuki. Tapi itu tidak pernah ditemukan, kan sudah jelas toh rasanya hambar. Bukan karena busuk seperti daging persamaan, tapi jelas rasanya hambar. Daging persamaan memang enak, tapi bila ada yang busuk, maka bagian tersebut harus dibuang, dan kebusukan memang selalu ada di daging persamaan. Ada yang tega membuang, tapi lebih banyak yang mengecam, maka kebusukan menyebar ke segala arah, dan tidak pernah dirasakan suatu kelezatan.
Tapi daging perbedaan ini, ini merupakan berkah, hanya berasa hambar dan tidak ada yang busuk. Masalahnya hanyalah rasa kulit tujuan yang tidak pernah merasuk ke dalam. Tapi duh, ada banyak yang ingin mengganti daging perbedaan dengan daging persamaan. Lalu karenanya terjadi pergolakan di dalam daging yang mempersempit pori-pori tujuan sehingga bumbu yang ada di kulit tidak bisa masuk ke dalam daging. Dan persempitan di dalam daging itu terjadi karena sebagian tidak pernah memahami sebagian lainnya.
Benar kata orang gila itu. Cara menjadi bahagia adalah dengan menjadi gila. Manusia selalu sibuk mencari apa yang dinamakan kebahagiaan itu, dan saat mereka menyibukkan diri dengan sesuatu, maka kegilaan akan tumbuh bersamanya dan akan tercipta kebahagiaan yang diharapkannya itu. Namun ada banyak hal yang bisa dilihat dari orang gila yang tak pernah bisa dipahami manusia modern ini. Oleh karena itu, perbuatan orang gila perlu diapresiasi karena menimbulkan paradoks dan filosofi untuk dipelajari.
Ada banyak masalah yang tidak melulu bisa diselesaikan oleh agama. Ada banyak persamaan yang tidak melulu bisa diselesaikan matematika. Logika perasaan, lari dari masalah. Semuanya kacau dan tidak bisa diselesaikan apabila hanya satu yang diandalkan, namun begitu mengandalkan semuanya, perasaan dan logika, maka semuanya malah tambah kacau dan menimbulkan lagi masalah baru untuk dipecahkan. Dan dengan begitu, semuanya kacau. Tapi ada satu yang konstan dan tidak pernah kacau, selalu seimbang, sama rata, adil kepada semuanya. Apa itu? Ya, itu adalah kekacauan itu sendiri.