Senjang senjang
Aku makan kamu tiduran
Senjang senjang
Aku mata keranjang kamu beriman
Senjang senjang
Aku menikmati kamu mati
Bodohnya ia yang peduli tentang senjang
Tak ingin senjang tapi ia membuat dirinya senjang
Ada pemikiran maka harus ada yang dipikirkan
Pemikir tak ada bila tak ada yang dipikirkan
Bila semuanya menjadi yang dipikirkan, siapa yang pemikir?
Karena ada pemikir dan yang dipikirkan, bukankah itu kesenjangan?
Oh si senjang ini sangat mutlak
Bajingan yang keenakan
Cuman si tolol yang memikirkan senjang
Ia yang bangga memikirkan senjang
Juga sudah membuatnya senjang
Senja atau senjang
Sama-sama tak bisa diharapkan
Selalu ada lompatan
Selalu ada kegelapan
Selalu ada keorenan
Yang membuatku tertunduk lesu,
darimana si oren,
darimana lompatan
Bukankah hanya oren ,
dan tiada kesilauan itu enak
Karena dingin saling menghangatkan
Dari terang menuju gelap
Oren yang polos dan bodoh
Siapa yang ingin cahaya dan gelap terus?
Bukankah oren sudah cukup?
Si pecinta senjang ini mengusahakan oren
Ia baik saat itu
Tidak menginginkan apa-apa, hanya oren
Tapi jahat juga ia
Ia ingin mengusahakan hanya oren saja
Agar hanya ia yg terlihat seperti berusaha
Ingin menghilangkan kesenjangan dengan cara senjang
Dan aku katakan si pembenci senjang itu
Ia sangat tolol bodoh biadab
Tak ingin senjang
Tapi ia senjang secara nyata
Tapi kasihan juga ia yang senjang itu
Mungkin si pembenci senjang merasakan ini.
Tapi bodoh juga segalanya
Menikmati senjang atau membenci senjang sama-sama tololnya.
Aku tak ingin ingin senjang
Bila senjang pun
Aku ingin di titik maksimum tak terhingga
Namun apabila titik maksimum tak terhingga sama dengan k
Maka akan selalu ada k+1, dan k + n selanjutnya.
Aku ingin jadi si senjang k+ n tak terhingga
Sial...
Aku tak bisa
Selalu ada k+n+1 lagi
Aku tak ingin senjang
Aku ingin si oren
Si oren saja
Dari terang menuju kegelapan
Dingin agar saling menghangatkan
Senja senja senjang
Sialan
Siapa yang ingin memisahkan senjang
Ialah yang sebenarnya harus dipisahkan
Dan menjadi senjang dengan kesenjangan