Kebencian itu tidak pernah berdasar.

Siapa kamu aku juga tidak tau, pertama lihat tidak ada darimu yang beda. Tapi mungkin banyak yang beda dariku melihat kamu lebih dari yang aku lihat, maka semuanya bersorak bahwa kamu itu lucu. Aku masa bodoh dengan kawanan pemuja visual sebenarnya. Tapi barangkali aku juga perlu untuk ikut dalam perkumpulan seperti itu agar merasa dapat diterima. Barangkali harus berpura-pura bodoh atau suka terhadap sesuatu yang sesuai dengan perkumpulan, atau engkau akan dicap sebagai ia yang tidak bisa hidup di masyarakat. Maka aku coba berkata bahwa kamu juga lucu seperti yang mereka katakan.

Tidak ada yang spesial dalam hal itu, sejak pertama pemilihan anggota seksi kelas yang tidak berguna, yaitu seksi rohani, aku tiba-tiba melihat kamu tiba-tiba mengangkat tangan. Akal busukku sudah berasumsi bahwa kamu ini memang ingin dilihat sebagai yang suci dan bersih. Maka saat aku lihat kamu mengangkat tangan, aku tanyakan kepada diriku, mengapa aku tidak seperti dia juga? Mencoba menjadi yang terlihat seperti suci.

Aku tau bahwa itu tidak relevan, dalam menetapkan seseorang secara statis, dan apabila sesuatu kecil yang tidak konsisten dengannya kau akan bilang ia munafik. Itu generalisasi yang sangat buruk, tapi kita sering menggunakannya, karena kita jijik dengan kekonsistenan, karena kita tidak bisa konsisten, maka saat ada sesuatu yang berusaha konsisten, kemudian tiba-tiba kesalahan kecil menyerangnya, maka kita akhirnya tetap katakan juga, “Tuh kan, keliatannya doang baik, padahal aslinya kaya gitu.”

Seiring waktu berjalan, banyak memang yang berusaha dekat denganmu. Tapi apabila aku wanita penyembah ekspresi diri, maka tentu akan jijik kepadamu. Dan aku ini lelaki, penyembah ekspresi diri dibandingkan kekangan ia yang kudus, maka aku sangat benci padamu. Tapi sekali lagi aku perlu ingatkan bahwa aku ini harus belajar hidup di masyarakat agar bisa menyakiti mereka semua secara perlahan, agar aku tidak mati muda.

Maka aku lihat kamu ini mencoba semuanya. Aku lihat otak kamu ini belum terasah, karena apabila terasah dengan baik, mustahil kamu angkat tangan mengajukan diri menjadi seksi rohani. Olimpiade apa yang kamu ikuti, dan peringkatmu yang biasa saja, kesulitan mungkin, tapi itu bukan salahmu. Pendidikanmu sebelumnya yang buruk, guru yang kamu anggap baik padahal sangat bodoh sehingga menghantarkanmu menjadi manusia yang tidak mengerti konsep sederhana yang merupakan pondasi ilmu selanjutnya. Guru kamu mungkin berbicara bahwa adab lebih baik daripada ilmu. Tapi apa gunanya kamu baik tapi tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang dibuat teman-temanmu itu. Baikmu itu seperti binatang, seperti burung gagak yang memakan mayat binatang yang telah mati. Bahwa manfaat itu kamu dapatkan hanya apabila binatang yang lain mati. Dan manfaat itu bukan untuk binatang yang telah mati, melainkan para binatang koruptor yang tindakannya tidak pernah kamu pahami karena kamu sibuk memperbaiki adab yang diajarkan guru-guru bodohmu itu.

Itu bukan kesalahanmu, karena memang adanya begitu, kamu telah coba apa yang kamu suka dan kamu anggap bisa tapi hasilnya hanya begitu ya tidak apa-apa. Di saat itu aku mulai kurangi kebencianku terhadapmu karena yah memang kamu tidak sesempurna itu. Tapi saat kamu bicara di depan kelas, semuanya memperhatikan, dengan karisma sok suci yang kamu keluarkan, suaramu yang aneh tapi dalam, mungkin membuat semuanya bisa terpukau diam melihatmu berbicara dan menjelaskan tentang senyawa kimia itu.

Tapi saat ada yang lain yang wajahnya tidak seputih kamu, dan ia ternyata diejek karena ia bukan kamu, ia berteriak menangis, “Emang aku ga cantik kaya ‘dia’, tapi kalian jahat ngebully aku terus!”. Di saat itu aku tertawa dalam hati. Tapi saat itu aku benci diri sendiri, karena lupa tidak mengejek ia seperti para kawanku yang mengejeknya. Aku merasa bahwa saat itu aku telah munafik dan keluar dari apa yang namanya pemuja ekspresi diri. Dan konyolnya aku malah berusaha berempati pada yang jelek, padahal jelek itu merupakan suatu anugrah yang tidak pernah dirasakan orang yang jelek, karena itu anugerah bagi orang yang tidak memahami cantik jelek sepertiku. Aku membayangkan kamu tersiksa mungkin menjadi cantik, bahwa bagaimana mungkin hanya karena wajah yang berbeda dari yang lain akan membuatmu begitu dihargai. Maka mungkin kamu pernah membayangkan bahwa kamu terlahir menjadi jelek, apakah mereka akan menertawakanmu? Apakah mereka tidak akan menghargaimu, hanya karena kamu perempuan? Tapi aku yakin kamu ini bajingan yang insecure yang sudah tau parasmu itu berbeda dari yang lain tapi kamu tetap menggumam dalam hati, “Aku ini jelek, ini mungkin anugerah dari Allah SWT saja”, sehingga kamu tidak pernah membayangkan hal yang seperti itu.

Dan memang benar apa yangku bilang, bahwa orang bodoh biasanya menutupi kebodohan mereka bukan dengan kerja keras memahami dan mengamalkan ilmu, melainkan beralih kepada ilmu yang diberikan siapapun yang terlihat dewasa, karismatik secara penyampaian dan kosa kata arabnya, meskipun ia tidak dapat memberikan makan kepadamu dan menyelesaikan hal-hal yang para immoral lakukan di dunia, karena mereka hanya dapat berkata-kata dan berdoa. Maka kamu ikuti mereka, karena kamu tidak kuasa menahan perihnya ketidakkomptenanmu dan ketidaksabaranmu dalam melihat dan mengobservasi apa yang dikatakan ilmu kepadamu.

Sedikit-sedikit pun memang aku tau kamu rindu pada yang dulu. Aku lihat kamu masih menyimpan kartun-kartun yang tidak berguna itu, tapi mungkin kamu anggap sebagai penghibur waktu luangmu. Maka aku sempatkan bersama kawanan yang lain untuk meminta apa-apa yang kamu rekomendasikan. Sekaligus melihat sebenarnya apa seleramu, apa yang membuatmu menjadi begitu, begitu pengecut sehingga lari dari dunia ini menuju janji palsu para karismatik yang kebaikannya pun sama sekali belum pernah kamu lihat, selain memberikan ketenangan dan ketakutan ilusif kepadamu?

Hingga akhirnya setahun berjalan dan kita pun ditempatkan di kelas berbeda, karena memang kelas kita berbeda. Aku bersyukur setidaknya mungkin aku akan menghilangkan kebencian kepadamu, karena bagaimana bisa benci apabila bersinggungan saja tidak pernah. Mungkin menjadi sesuatu histori kebencian yang berhenti dan tidak ada episode untuk menyambungnya. Tapi ternyata aku salah.

Kita tidak dipisahkan berdasarkan kelas-kelas atau ruang-ruang. Karena kebencianku barangkali sudah sebesar itu padamu. Mungkin itu yang dinamakan takdir. Tapi ada satu hal yang membuatku sangat benci padamu, saat aku tau bahwa aku dicalonkan menjadi pemimpin orang-orang bodoh itu atas dasar rekomendasimu. Di saat itu aku berpikir bahwa kamu memang setan jahat bertopeng bidadari, mungkin kamu ini succubus, penghisap energi para lelaki yang malang.

Aku bayangkan bahwa kamu ini sudah tau aku, maka kamu bereksperimen untuk hiburanmu semata, kamu mencari cara untuk menghiburmu dengan cara mengelabui musuhmu. Keburukanku telah kamu ketahui, dan dengan cara itu kamu mempermainkanku. Kita ini sama kan sebenarnya? Kamu ingin berkata bahwa semua itu sia-sia, bahwa sebesar apapun itu, kamu tidak akan bisa lari darinya. Seberapa pun istiqomah kamu, kamu tidak akan dapat mencapai sesuatu yang kamu anggap sebagai fantasi baikmu, aku tau kamu jelas memikirkan itu. Tapi kamu sudah benar-benar terlihat menjadi seperti yang suci, maka kamu ini ingin menjegalku bahwa aku tidak mungkin seperti kamu. Terlihat suci padahal hatimu itu busuk, kamu benci segala hal yang jelek dan bodoh, karena tuanmu memang begitu, hanya suka yang indah. Siapa tuanmu aku tidak tau, Tuan kita beda, tapi tabiat kita sama, sama-sama jelek yang berusaha menutupi segala kejelekan kita. Bedanya adalah kamu tetap jelek dengan topeng sok sucimu, sedangkan aku tetap jelek dan topeng suciku hancur karena kamu sudah tau bahwa aku ini memang penyembah ekspresi diri, sehingga penyembah ekspresi diri ini tidak akan tahan menahan lamanya menggunakan topeng sucimu itu.

Saat topeng suciku hancur, aku tau kamu tertawa terbahak-bahak, sambil terus berjalan dan menggumam, betapa lucunya harapanku itu, “Kamu kira aku ini bodoh hah? Ini sudah sesuai strategiku. Kau menganggapku bodoh, sehingga kamu meremehkanku. Aku mainkan permainanmu itu, dan aku balikan sehingga topengmu hancur berkeping-keping. Dan aku disini, tetap dengan topeng anggunku.” Di situ aku tertawa, begitulah makna dari superman. Dan aku akui bahwa kamu lawan yang cukup tangguh. Dan aku yakin, bahwa kamu ini memang suka untuk dibenci. Aku lihat di kelas yang baru itu kamu tidak akrab dengan temanmu, tapi kamu tetap bangga dengan topeng sucimu itu. Karena dengan itu kamu dapat menentukan batas untuk teman yang tidak selevel denganmu, yaitu aku. Dan aku dan kawan-kawan sejenis akan selalu membencimu dengan berkata, “Masyaallah, ibu haji”, dan celotehan ejekan yang serupa dengannya, untuk menguji sekuat apa kamu bertahan menyukai dibenci orang lain.

Saat kamu menyukai dibenci yang lain, sebenarnya kamu menipu dirimu. Dan penipuan itu tidak akan bertahan lama, ia akan terungkap juga pada akhirnya. Aku menunggu kapan waktunya penipuanmu itu akan terungkap. Tapi setelah sekian lama, aku tiba-tiba jatuh, dan tiba-tiba kamu ada di UKS itu. Sambil melihat pasien seperti aku, kamu terlihat tidak peduli terhadap siapanya, atau itu mungkin kemampuan aktingmu untuk mengobati apapun dan siapapun yang sakit.

Dan saat disentuh oleh kapasmu yang berisi refanol itu, memang sakit, tapi aku lihat aktingmu benar-benar sempurna, seakan-akan peduli pada semua hal yang sakit. Yang menjadikanku teringat, bahwa kamu pernah menulis tentang cerita pendek mengenai bayi, si kuning, yang membuatku sedikit melupakan bahwa kamu itu sebenarnya iblis jahat. Perlakuanmu itu ingin menyembuhkan, yang aku yakin itu semua hanyalah aktingmu belaka, tapi rasanya benar-benar nyaman sehingga aku hampir tertipu.

Hingga akhirnya masa kepengurusanmu berakhir, aku kira kamu sudah cukup puas dengan mahkota yang terlihat sucimu itu, sehingga kamu akan meletakkan topengmu. Ternyata dugaanku salah. Kamu tetap tidak melepasnya. Aku coba berikan surat kepadamu yang menyatakan kebencianku, dan aku membayangkan bahwa kamu akan menyusun strategi untuk lebih menjatuhkanku. Poin utamaku saat itu adalah kebencianku terhadapmu, dan menyertai beberapa nasehat untuk menjadi ubermensch.

Aku menunggu balasan, tapi tidak pernah ada balasan. Seharusnya kamu menjatuhkanku dengan menunjukkan balasan, tapi nyatanya tidak. Hingga aku kirim pesan melalui aplikasi yang berbunyi, “Maaf ya, itu bercanda doang. Maaf kalo tersinggung”. Dan tiba-tiba kamu menjawab, “Maafin aku kalo ada salah juga yah☹…”. Jawabannya itu benar-benar jauh dari dugaanku, dari berbagai balasan yang sudah aku prediksi, tidak ada satupun yang tepat.

Saat di kelas aku bertanya ke temanku yang terlihat cukup denganmu yang memberitahuku bahwa kamu orang yang merekomendasikanku, ia cerita bahwa dibalik sikap sok sucimu itu terkadang kamu juga mengakui kekalahanmu, “Kenapa orang-orang pada gitu ke aku? Aku salah apa? Kenapa banyak yang banget yang jahat ke aku.”

Di saat itu aku sadar, bahwa semua ini hanyalah kepalsuan. Hal-hal yang aku kira kamu makhluk yang setabiat denganku, ternyata sangat jauh berbeda denganku. Bahwa kukira kamu jenius yang dapat membuat strategi dengan baik untuk menghiburmu sendiri secara maksimal, ternyata itu semua hanya ada pada imajinasiku. Bahwa sedari awal itu bukanlah topeng. Itu bukan seperti topengku yang hancur saat merasa kamu benar-benar menjahiliku. Itu bukan topeng, dan bajingannya aku merasa bersalah hingga saat ini. Aku ini ingin merusakan segala yang polos, karena kertas kosong tidak berguna apabila ia tidak berisi, maka aku ingin remukkan, berikan berbagai warna hingga, ia menjadi kertas yang rusak dan tidak berguna.

Tapi nyatanya aku salah. Kebencianku padamu itu, tidak pernah berdasar. Kamu terlalu bodoh untuk sesuai dengan imajinasiku, aku tau itu, tapi aku ingin dilawan, diremukkan juga, seperti niatku merusak segala hal yang polos dan minimalis layaknya kamu. Dan memang bodohnya aku, bahwa aku tiba-tiba merasa bersalah memiliki niat itu.

Aku sadar bahwa aku telah membuang banyak mimpiku, agar dapat memasukkan rekayasa memori itu kepada diriku, untuk dapat percaya bahwa kamu ini sebenarnya orang gila. Tapi bukan kamu yang jahat, bukan kamu yang gila, bukan kamu yang sempurna, melainkan aku. Perkumpulan apapun yang didekatmu itu tidak pernah sesuai denganku. Bahkan perkumpulan yang membencimu itu, aku juga tidak pernah sejalan dengan mereka. Maka aku berikan fantasi bahwa kamu mungkin bisa melawanku dengan mempermainkanku, tapi nyatanya itu hanya imajinasiku.

Sudah benar aku seperti Don Quixote yang mencari kekasih sejatinya Dulcinea, putri cantik sejagad raya, yang membuatku rindu padanya. Tapi bayanganku terhadapmu yang seperti Dulcinea itu omong kosong. Tidak ada Dulcinea di dunia nyata, ia yang membuatmu sangat rindu padanya, tidak ada. Kamu ini orang mati, yang hanya bisa berkata, “Aku hidup hanya untuk beribadah kepada Allah”. Maka tidak mungkin orang-orang sepertimu ini adalah Dulcinea.

Dulcinea, yang membuatku sangat rindu padanya, dengan kecantikannya yang luar biasa, keanggunan yang tiada tara, dan kesolehan yang melebihi surga, tidak ada. Yang paling mendekati, bukan kamu, tapi mungkin ia, si kematian. Atau mungkin semua ini sudah kamu rencanakan sedari awal, agar dapat lebih tertawa, bahwa aku akhirnya menganggap Dulcinea itu kematian?


31 Juli 2023

Saat aku tahu begitu riaknya ombak perempuan, aku mengerti bahwa ia lebih menderita dari yang lain. Tapi sampai kapan pun, hanya ketahuan, tidak akan pernah dapat merasa. Maka laki-laki perlu mencari penderitaan, karena deritanya tidak sebesar perempuan, karena mereka ingin mengerti perempuan. Tapi perempuan yang tidak menderita, kau sungguh bisa pergi jauh ke kedalaman.

Untuk ke kedalaman itu, kau perlu berguru pada pelacur, ia yang tidak menderita, menjadi ia yang menikmati. Tidak apa-apa palsu, karena yang belum menderita pun mencari kucing dan peliharaan untuk pelipur laranya, sesuatu yang memuakkan juga. Karena segala hal yang perlu pemeliharaan adalah hal yang memuakkan.

Aku tahu bahwa kau merasa beda. Parasmu tidak seperti yang lain yang menderita, maka banyak yang terpesona olehmu. Di situlah kau bangga karena didengki oleh orang-orang yang tidak mendapat cinta. Tapi kau ingin berteriak, sesuatu yang diidam-idamkan kerumunan itu, saat kau mendapatkannya, ia justru malah seperti orgasme kebijaksaan, suatu pelopor kehampaan. Proses pengeluaran feses yang mereka bayangkan sebagai kejijikan, justru itulah yang sebenarnya mereka cari, kelegaan dan kedamaian dalam semangat menahan dan mengejan.

Maka kotoran itulah yang kau bayangkan, yang kuning warnanya. Bahwa kuning itu menyerupai emas, seperti bayi-bayi yang lahir, katamu. Bukan merah, tapi kuning kepolosan. Atau segala macam interpretasi warna, semuanya tidak berguna bagi si buta. Bila merah darah itu pink, maka siapapun pasti ingin berperang. Betapa megahnya ia melawan segala yang patriarki dan tiran. Tapi untuk para buta warna, perang itu tidak ada harganya. Para buta pasti merindukan si kuning, suatu kelahiran ia yang menangisi kehidupan, karena begitu menderitanya air perempuan. Ia perlu berteriak, deritanya perlu diwariskan pada si kuning, hanya itu cara si perempuan mengentaskan deritanya.

Wahai kau perempuan yang tidak menderita, kau tidak pantas untuk kesucian seperti itu. Keindahanmu harus dinikmati tidak hanya oleh satu lelaki, tapi 72 lelaki, bahkan lebih. Bukan saja manusia, tapi juga para binatang kaum pujangga. Saat kau bisa melayani semuanya berkali-kali lipat sedangkan kau hanya membatasi untuk 1 atau 0, yang dikali dengan apapun hasilnya akan itu juga, maka kau itu menjadi perempuan kikir! Ia yang berenergi lebih perlu memberi, layaknya mentari dan tumbuh-tumbuhan yang diam, cara mengasihi paling tertinggi adalah dengan menjadi diam! Dengan diamnya kau bukan berarti kau membatasi diri, tapi justru kau memancarkan kehidupan untuk semua yang lemah dan perlu diberi.

Bukankah betapa menjengkelkan menerima dan memelihara ia yang sakit, karena dengan begitu kau berusaha menyaingi mereka yang mengasihi dengan kediamanannya, seperti mentari dan tumbuhan yang bisa hidup lebih abadi dengan diamnya. Dan dikala sudah seperti sedia kala, mereka akan melupakanmu yang merawat, lantas apa artinya keiklasan lemahmu itu. Penderitaanmu itu dusta dan hanya akal-akalanmu saja. Dengan kata-kata kuning kotoran sederhana yang membuatmu megah dan mengudara, atau dengan parasmu itu, kau tidak perlu merawat satu dua orang sakit dengan penuh perhatian. Kau bahkan bisa mencinta dan bercinta dengan segala jenis kehidupan yang mengasihimu, dengan khotbah jelitamu! Penderitaanmu itu bohong, kau butuh itu untuk menceritakan perjalananmu menjadi jiwa yang besar, yang memberikan cinta tak pandang bulu pada segala kehidupan, itulah jalan maha pelacur kau!

Yang kau lakukan itu bukanlah pembatasan diri dan rasa syukur, melainkan kekikiran kau yang ingin selalu dipendam. Suatu kemegahan dan mimpi yang tak terbatas untuk ditunjukkan adalah rasa syukur. Tidak ada kerakusan dalam setiap pemberian cinta pada segala hal. Kau ini tidak menderita! Buanglah semua kucing-kucing penghiburmu, kau harus jadi ratu kucing yang memerintahkan semua lebah untuk menyengat para germo dan anjing yang berisik. Tidak pernah merasa cukup dan ingin selalu mengasihi adalah kemauanmu, maka jadilah itu! Cahaya rembulan akan selalu menghibur ia yang kau tinggalkan dengan rasa kantuknya. Dan bila kau pikir ia tidak dapat hidup tanpamu, itu artinya kau sudah menjadi si diktator sombong.

Potensi mutiaramu itu akan selalu tenggelam dan terkekam di kedalaman samudera. Tapi aku tahu kau selalu tidak ingin menjadi mutiara. Kau ingin naik ke permukaan, menjadi burung. Menjadi mentari, yang menguapkan segala kedalamannya lautan, untuk membebaskan para mutiara lain, untuk membuat segala yang terkekang menjadi terbang dengan penuh kebebasan, juga menari dengan penuh kediaman. Dan kau tidak akan mampu menjadi surya apabila kau tetap dikekang oleh satu kerang.

Cerpen untuk bu @srimulyani di universe lain yang gagal menjadi Menkeu dan bernasib seperti Anne Hathaway dalam Les Misérables.

Bisa-bisanya aing mabok habis minum tāngyuán