Jika aku hidup di tahun pandemi, 
aku akan berjalan setiap pagi mendagangkan gorenganku
Ku tidak akan diam saja pada suatu gerobak sambil menggoreng
Ku akan goreng semuanya dahulu dan mengisinya ke wadah 
Untuk aku jajakan ke rumah-rumah

Memang lebih enak punya gerobak dan menunggu kedatangan pelanggan,
Tapi aku tidak suka kemudahan dan lebih suka memikul yang berat
Agar para pembeliku menghargai setiap yang sedang hangat
Sumpahku tidak akan menggunakan teknologi pemesanan

Aku bukanlah budak yang bisa kau pakai hanya apabila kau butuh
Akulah sakamoto yang tahu bahwa besok aku akan mati,
Maka aku akan lebih dari ekspektasi budak kau
Aku akan sediakan yang tidak kau butuhkan,
Yang penuh kolesterol,
Yang tidak bergizi

Agar kau tahu hidupku tidak lama lagi
Agar kau merasakan hidupmu tinggal besok hari

Atau anggap saja aku pensiun dini,
Karena aku ingin mencoba juga jadi penjual yang hanya diam di gerobaknya
Selalu menunggu pelanggan

Atau tidak perlu gorengan,
Bisa nasi kuning, kupat tahu, nasi uduk, surabi, bubur ayam, lontong sayur
Yang jelas aku tidak akan menggunakan teknologi kau

Tentang semuanya yang akan mati,
Katanya semua yang ada pada blockchain itu tidak akan mati

Tapi bisakah, blockchain kau
Spekulasi kau
Jargon-jargon kau
Menyimpan segala hal tentang gorengan?

Bisakah kau menghargai proses mendinginnya gorengan,
Setelah ia dipanaskan,
Setelah ia ditiriskan

Katanya semuanya akan mati,
Bukannya semua yang mati perlu dihormati?
Meski itu hanya sehari,
Kenapa kau tak ikuti aku
Menghargai yang akan mati ini

Meletakkan segala teknologi kau
Untuk hormati aku yang mati ini
Matiku dengan gorengan
Gorengan yang bernyawa
Tapi dianggap tidak bernilai

Sedangkan,
Ia si blockchain imajinasi
kau anggap lebih bernilai

Mungkin aku memang menyediakan apa yang tidak dibutuhkan
Tapi gorengan pun sudah berjuang sekuat tenaganya
Hanya untuk bertahan hidup

Bahkan ia rela gadaikan telurnya
hanya untuk penyedap rasanya,
proses marketing dari persepsi ke persepsi lainnya
yang menyatakan bahwa gorengan itu sesuatu yang bernilai

Maka aku ini terlahir kembali?
Atau ini bukan aku,
Tapi si gorengan yang penuh spekulasi

Bagaimana seorang pelangganku,
Bisa percaya gorenganku masih hangat?
Bukankah itu spekulasi juga

Dan katanya manfaat dari yang hangat itu lebih daripada yang dingin
Yang tidak terlihat itu dianggap lebih bernilai

Lagi-lagi,
kenapa semuanya perlu dihubungkan dengan nilai
Tidak bisakah,
transfer sesuatu yang bukan nilai?

Misalnya,
minyak jelantah yang kupakai untuk menggoreng gorengan?
Menyebabkan penyakit katamu?
Lantas apa bedanya dengan teknologi itu

Mempercepat spekulasi
Mengizinkan semuanya berjudi
Mengenai gorenganku

Kau tahu?
Gorenganku,
Cara berjualanku,
Cara berjalanku,
Cara memakanku,
Semuanya itu hasil dari teknologi

Tapi kata mereka ini,
Aku tidak bernilai
Atau sebenarnya mereka ini,
Ingin berkata
Bahwa penciptaku ini tidak bernilai?

Iya, aku tahu bahwa aku dan metodeku akan mati
Tentang hangat atau dingin,
Siapa yang kau percayai?
Gorenganku?
Atau teknologi itu?

Antara yang dicipta,
Atau yang mencipta

Bukankah kau harus berspekulasi,
Tentang siapa yang akan lebih dulu mati?
Nilai?
Transaksi?