Cari Magang Kuliah

Selama liburan semester ini, saya berusaha mencari magang untuk meningkatkan pengalaman. Meskipun sebenarnya saya berharap tidak harus magang karena masih memiliki banyak tugas dan film yang jadi todolist. Tapi bohong, saya hanya menolak menerima kenyataan bahwa mendapatkan magang sangat sulit. Meskipun telah mengikuti beberapa wawancara, belum ada hasil yang memuaskan.

Keberadaan berbagai platform pencari kerja sebenarnya tidak membantu, malah membuat kebingungan karena terlalu banyak pilihan ~ paradox of choice. Selain itu, ketika ada pencapaian baru atau perkembangan dalam hidup, pencari kerja juga harus memperbarui profil mereka di setiap platform tersebut, yang tentu saja membosankan dan memakan banyak waktu.

Saya teringat dengan drama Jepang berjudul “Rich Man, Poor Woman” yang membicarakan “one data”.

Meski pemerintah memiliki program “one data” agar semua data dapat terintegrasi, apakah ada regulasi atau panduan dari pemerintah terkait hal ini? Mungkin sulit untuk mengharapkan hal tersebut dari pemerintah, tetapi universitas-universitas yang saya ketahui juga belum memiliki panduan yang jelas untuk membantu mempertemukan pencari kerja dengan pekerjaan yang dapat diandalkan berdasarkan data real-time. Para dosen dan senior mungkin telah memberikan beberapa saran seperti mengikuti banyak acara job fair, terus memperbarui LinkedIn dan CV, dan sebagainya.

Semakin banyaknya acara konsultasi karir, platform pencarian kerja, promosi, dan pemasaran, semakin sulit menentukan mana yang harus digunakan. Semakin banyak waktu yang terbuang untuk mencari informasi tersebut, yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan keterampilan. Lalu, apa sebenarnya masalah utamanya? Sebenarnya ada beberapa opsi tentang solusi dan siapa inisiatornya:

  1. Opsi 1: Pemerintah

    • Kita semua tahu bahwa pemerintah cenderung lambat dalam mengambil tindakan, jadi ya opsi ini tidak realistis.
  2. Opsi 2: Mengandalkan swasta

    • Ini yang paling realistis karena swasta biasanya lebih bisa cepat dalam taking risk dan punya modal juga. Tapi masalahnya adalah mereka profit oriented sehingga data bersifat sangat tertutup, data sulit diolah seperti LinkedIn.
  3. Opsi 3: Open source

    • Saya memilih opsi ketiga karena:
      • Lebih ekonomis
      • Kolaboratif
      • Merangkul semua kalangan
      • Bersifat global
    • Walaupun ada beberapa kendala seperti
      • Sulit tanpa adanya penghargaan
      • Membutuhkan adanya fondasi
      • Konsistensi yang harus dipertahankan
      • Tanggung jawab jika terjadi kesalahan

Cari Kerja

Mencari pekerjaan ternyata sulit, saya merasa perlu orang dalam. Terdapat banyak platform seperti LinkedIn, Glints, JobStreet, Indeed, dan lain sebagainya. Setiap perusahaan juga memiliki website sendiri. Setiap kali ada pembaruan, kita harus memperbarui semua platform tersebut. Selain itu, ada banyak acara job fair yang memberikan saran yang berbeda-beda terkait format CV dan LinkedIn, yang membuat kepala pusing.

Bayangkan berapa banyak waktu yang terbuang, bukan hanya dari pihak pencari kerja, tetapi juga dari pihak yang mencari tenaga kerja. Tim talent acquisition harus memilah-milah banyak CV yang tidak relevan, sementara pencari kerja harus mengirimkan lamaran ke berbagai tempat. Terlalu banyak acara berkaitan dengan karier yang redundan. Belum ada platform yang terbuka dan benar-benar dapat mengatasi semua masalah yang dihadapi oleh berbagai pihak. Pencari kerja dapat mencari lowongan sesuai dengan keterampilan atau minat mereka, sedangkan pihak perusahaan dapat mendapatkan dan menyortir pelamar berdasarkan kriteria yang dibutuhkan.

Tidak jelas apa atau siapa yang dibutuhkan. Pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, mencoba membuat platform serupa, tetapi apa bedanya dengan platform lainnya? Tampaknya LinkedIn terlalu terpusat dan tidak sehat untuk komunitas dalam jangka panjang. Apakah kita perlu memulai proyek open source dari awal?

Mari kita semua berpikir bagaimana cara membuat proses yang berulang ini lebih efisien, agar semua orang dapat fokus pada peningkatan keterampilan, bukan hanya memanipulasi CV atau wawancara agar diterima kerja. Pihak yang mencari tenaga kerja dapat fokus mengembangkan organisasinya agar semakin baik.