Nihilisme semakin populer.

“Rick & Morty,” “Bojack Horseman,” “Everything Everywhere All at Once,” “Jujutsu Kaisen,” “Chainsaw Man,” “Kaguya-sama,” “Spy x Family.”

Banyak yang kaya gituan, semakin self-aware dan self-conscious, terlalu cepat semuanya jadi pemikir.

Para hikkikomori adalah filsuf.

Dulu, eksistensialis hanya sedikit orang yang mapan, dengan kemurahan internet, semua orang bisa jadi filsuf, anak rumahan, tukang naik gunung, anak senja, semuanya jadi filsuf.

Semakin banyak orang pintar, semakin banyak persaingan. Orang yang malas bersaing mati, survival of the fittest.

Indonesia iklimnya masih muslim. Cenderung menerima ketololan, “sami’na wa ato’na,” jadi tidak terlalu banyak yang bundir. Tapi lihat nanti, ideologi sudah masuk ke Indonesia, makin banyak yang bosan dan akhirnya berkata, “kayanya lebih enak gitu seperti orang bebas.”

Pop culture, magnet para pengikut popularitas polos yang tidak tahu tujuan. Disaat kaya gitu terjadi, yang bundir makin banyak. Kembali lagi ke zaman romantisisme.

Jika misalnya ada idealisme tinggi dan Islam menang, maka kemungkinan besar ada overpopulasi.

Pasti muncul orang gila saat ada overpopulasi, wabah gara-gara kesalahan sendiri, terorisme yang dari kemiskinan, meskipun dalam jurnal argumen tersebut dipatahkan bahwa terorisme itu bukan terjadi karena kemiskinan, tapi murni ideologi.

Ideologi yang bisa bertahan dan menghipnotis orang banyak akan menang.

Banyak artis, khususnya storyteller, mencoba memasukkan ideologi ke apa yang dianggapnya sebagai karya.

Perang ideologi, pasti ada yang tersisihkan, siapa yang ngetrend, hidup sementara, dan tidak akan lama.

Tapi hanya beberapa unsur yang menurut saya akan bertahan hingga akhir zaman.

Pornografi tidak akan pernah mati. Yang lainnya bisa digantikan, tapi pornografi justru makin meningkatkan variasinya: spaceporn, earthporn, natureporn, carporn, voidporn, dan segala macam pornografi. Meskipun hal tersebut kolot dan primitif seperti binatang. Karena hanya dengan pornografi lah manusia bisa hidup. Insting manusia adalah insting binatang. Saat ia kehilangan kebinatangannya itu, ia akan benar-benar menjadi manusia. Saat bisa menjadi manusia, apa yang diidapkannya tadi akan menjadi kacau. Kacau akan definisinya sendiri manusia itu apa, maka paling mudah adalah menjadi binatang, dan pornografi adalah jalan menuju kemudahan itu. Saat siapapun melampaui manusia, maka dia menjadi orang yang haus akan definisi. Karena definisi itu sebenarnya mati, maka siapapun itu akan merasa sia-sia.

Apabila tidak merasa sia-sia, ia membuthkan matanya sendiri untuk mengikuti sesuatu yang mengadakannya, yaitu ia yang dianggap sebagai di

luar batas dirinya. Yang ada di luar batas itu tidak akan pernah diketahui sebelum mati. Maka, neraka dan surga perlu dibuktikan dengan keluar batasan, bukan dengan argumen-argumen yang dianggap konsisten dan logis. Dan sebenarnya, pendefinisian batasan itu juga mati. Tidak ada yang tahu apa itu batas dan bagaimananya. Semuanya hanyalah perkiraan. Karena semuanya hanyalah perkiraan, maka semuanya hanyalah relatif. Kerelatifan itu adalah hal yang absolut. Maka pencarian kebenaran yang diagung-agungkan sebelumnya menjadi semakin kerdil. Kebenaran tak pernah ditemukan sekalipun ia sudah menjelma menjadi iblis penafsu akan ilmu pengetahuan sekalipun. Ketika kebenaran mati, maka hanya ada 2 pilihan. Menjadi binatang atau mencari keselamatan. Keselamatan itu apa? Sesuatu yang relatif, yang bukanlah kebenaran, tapi dengan itu engkau akan menjadi damai.

Untuk apa damai? Agar kamu menyadari bahwa kamu adalah sesuatu yang mati, tapi tidak sia-sia. Tidak ada cukup bukti untuk berkata semuanya sia-sia, tidak ada data juga untuk mengatakan keselamatan itu seperti apa. Yang jelas adalah keselamatan itulah yang dapat dijadikan alternatif bagi ia yang kebingungan. Namun kedamaian itu sepi dan membosankan. Menjadi binatang dan melawan juga dapat menjadi alternatif untuk dapat damai. Karena menjadi binatang pun bisa berakibat keselamatan. Karena memang tidak ada definisi yang pas untuk keselamatan.

Pilihan menjadi binatang atau keselamatan itu sebenarnya bukan pilihan, semua silih berganti tergantung impulsnya menangkap ia seperti apa. Dan memang, entahlah pada akhirnya akan menjadi apa, tapi setidaknya keselamatan itu yang menjadi utama dulu apabila energimu lemah. Apabila sudah dapat tenang dan tentram seperti air yang mengikuti gravitasi. Air yang mengikuti gravitasi itu memang jangka panjangnya tidak jelas, ia dapat mengalir karena ada bawahnya, sesuatu yang padat. Apabila ia sampai ke inti bumi yang mana tidak dapat diprediksi kapan ia bisa mencapai itu, ia tentunya akan mati. Maka dari itu, janganlah engkau seperti air, tahulah kapan harus mengisi energi dan bagaimana siklus energi itu. Memang akan sulit untuk memprediksi kapan kepahamanmu tentang energi itu. Aku sendiri tahu berdasarkan waktu, sambil menggerutu, dan lelah dengan sendirinya, di saat itu aku tahu waktuku, di saat itu aku tahu siklus energi. Saat aku tahu energi, yang kulakukan bukan mencari keselamatan lagi. Aku menjadi binatang. Aku melawan si kosong itu. Kamu boleh jadi tetap berpegang teguh pada si selamat, tapi aku tak kuat. Energi itu pembohong, aku lelah dengan kebosanan. Yang bisa meng

alahkan keselamatan hanyalah kebosanan. Kebosanan itu seperti kerikil di pendakian. Bukanlah batu yang menjatuhkanmu, tapi si kerikil bajingan itu. Maka kini aku menjadi binatang, sudah cerai aku dengan keselamatan. Aku bosan, maka aku melawan. Hati-hati dengan si bosan itu, kawan.

Maka inilah wajah para ahlikitab.

https://www.memri.org/reports/al-jazeeras-midan-voice-internet-channel-jews-created-and-control-porn-industry-order

http://www.renegadetribune.com/jewish-role-porn-industry/

https://nikeinsights.famguardian.org/forums/topic/why-jews-use-pornography-to-weaken-christians/

https://www.haaretz.com/life/2017-06-04/ty-article-magazine/.premium/israeli-porn-is-booming-and-the-industry-insists-its-about-more-than-just-sex/0000017f-e161-d38f-a57f-e773082f0000

https://nationalvanguard.org/2015/05/jewish-professor-pornography-used-by-jews-as-a-weapon/