Saya jadi ingat nangis kejer-kejer setelah menonton Chungking Express yang sebenarnya tidak ada adegan sedihnya sama sekali. Kesendirian kronis itu seperti bom waktu dan cara menjinakkannya secara sementara adalah dengan berpura-pura menjadi tuhan atau binatang. Bahwa kata-kata itu busuk dan tidak ada gunanya, setiap kode yang ditampilkan melalui gerak bicara juga sia-sia belaka.

Saat kepedulian si Faye tertangkap basah, maka betapa malu rasanya yang menampakkannya. Pada dasarnya keiklasan dari rasa peduli itu muncul dari gejolak ketakutan. Bahwa takut si Tony tidak tahu, tapi di sisi lain takut sebaliknya. Maka saat si Faye tertangkap basah, di situ saya merasa ketidakadilan meliputi sekujur tubuh saya.

Sepercik hayalan akan pengertian muncul, membuat saya meraba-raba pengalaman tentang keiklasan. Keiklasan tetangga akan begitu takutnya melihat yang lain kelaparan. Saat kecil dimana ibu saya pergi naik haji dan saya hanya sendiri di rumah, berulang kali tetangga saya mengantarkan makanan yang tidak pernah saya minta, tapi saya merasakan manfaatnya, yang membuat saya mengingat kembali betapa busuknya masyarakat gang Ssanmundong di Reply 1988.

Kepedulian, keiklasan, ketakutan, menjadi suatu memori yang membuat saya menangis sejadi-jadinya. Bom waktu yang tidak sempat saya jinakkan. Dengan begitu banyak kebingungan perlu berbuat apa agar dapat hidup sepenuhnya, maka dari bom itu berceramah kepada saya.

“Tidak perlu mendewakan suatu kata-kata, momen, peristiwa, atau yang lainnya, karena pada dasarnya saat kau menyentuh kehidupan lain tanpa sengaja, sekecil apapun itu, meski berasalkan dari ketakutan dan rasa malu, kehidupan yang tersentuh itu tidak akan mati.”

Maka semua yang kau agung-agungkan seperti rasionalitas, kehendak untuk menjadi pahlawan dengan menimbun materi dan non materi sebanyak-banyaknya, yang kau kira nantinya dapat menyentuh banyak kehidupan untuk dapat hidup sepenuhnya, semua itu menjadi hayalan belaka. Pencarian kau terhadap yang satu itu, kau jadikan alasan kebutaanmu (kau bukan buta, tapi menutup matamu dengan sengaja) terhadap penolakan akan kehidupan lainnya.

Tidak perlu terlihat besar. Penjual batagor yang menunggu di depan gerbang STM, tukang tambal ban yang menunggu kemalangan pengendara, karyawan yang benci mengetikan sesuatu secara berulang, pemuda berotot pemindah barang yang nantinya tergantikan mesin, praktisi ai pereduksi noise dari gambar sehingga dapat diambil pola untuk suatu kebijaksanaan, alokator sumber daya yang secara rasional menentukan portofolio yang memperkaya orang-orang, pengusaha percetakan yang tanpa pikir panjang tahu bahwa semua orang memerlukannya, pembalap liar yang berjudi dengan jiwanya, penggelisah masa depan yang berbaring berhari-hari di ruang tanpa cahaya.

Semuanya boleh jadi percaya dan tidak percaya, tapi mereka tidak peduli dengan kata-kata. Maka sesederhana itulah kehidupan. Jangan menunggu untuk disentuh, cobalah menyentuh secara perlahan, tidak peduli ukuran, karena sentuhan itu bukan zero sum game, meskipun itu berasal dari ketakutan. Sentuhan itu akan menghidupkan ia yang memulai, atau ia yang tersentuh.

الْمَاشِيَانِ إِذَا اجْتَمَعَا فَأَيُّهُمَا بَدَأَ بِالسَّلاَمِ فَهُوَ أَفْضَلُ