Muhasabah nanti berganti dari,

“Bayangkan kamu pulang ke rumah, melihat bendera kuning berkibar…”

menjadi,

“Bayangkan memorimu dapat dimanipulasi, kamu itu apa yang kamu kerjakan atau apa yang kamu ingat pernah kamu kerjakan?”

Berapa banyak yang sakit hanya karena memorinya?

Siapa yang menentukan sakit atau tidak?

Pertanyaan terakhir belum dijawab, tapi manusia membuat suatu lompatan menjadi pertanyaan,

Bolehkah atau kapankah kita dapat memanipulasi memori?

Secara sederhana Islamlah jawabannya.

ٱدْعُوا۟ رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Ma’idah: 87)

Selanjutnya,

يٰمَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِ اِنِ اسْتَطَعْتُمْ اَنْ تَنْفُذُوْا مِنْ اَقْطَارِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ فَانْفُذُوْاۗ لَا تَنْفُذُوْنَ اِلَّا بِسُلْطٰنٍۚ - ٣٣

“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah).” (QS. Ar-Rahman: 33).

Siapa yang menafsirkan langit adalah kedalaman lautan yang belum terjamah manusia?

Kedalaman lautan ruh yang murni dan independen dari pengetahuan dan kekayaan?

Bila ketakjuban pada yang terlihat dan dirasa dapat diinjeksikan ke sistem manusia, alangkah mudahnya bahagia itu, instan, dan tanpa perjuangan

Alangkah mudahnya membasmi para kafir dan para pendengki, sesederhana menghapus dan menambah, atau menyapu butiran debu.

Terkait pertanggung jawaban, apakah itu dilakukan partikular atau akumulasi dari awal hingga akhir.

Betapa banyaknya variabel yang saling terikat, maka kunci dari semuanya adalah pemisahan.

Lantas apa faedah dari pemersatuan dan kolektivisme, apabila semuanya diukur dari akumulasi dan keadaan akhir, akhir yang mana?

Begitu terbatasnya ia, karena hanya kata-kata itu saja yang diketahuinya. ‘Alif lam mim’, barangkali kata tersebut kunci dari pertanggung jawaban, bukan hanya sebatas partikular atau akumulasi.

Barangkali hanya ingin tahu itu saja perlu ditekan, perlu dilakukan tawar menawar dengan ia yang tahu. Maka langkah paling bijak adalah tetap mengikuti Islam

  • junjung tinggi ia yang berkata-kata kasar dan berpendirian teguh
  • beli air dari yang didoakan mereka dengan harga yang paling tinggi, bahkan bila perlu menjual jiwa, jualah jiwamu untuk membelinya dari mereka
  • jangan lihat dari kata-kata kasar atau kemewahannya, melainkan dari apa yang baik-baik saja darinya
  • sembunyikan aibnya, hormatilah ia yang merendahkan dirinya untuk dapat bertanggung jawab terhadap setiap bentuk manipulasinya
  • belajarlah dari pengikutnya, karena barangkali itu bentuk dari keimanan dan keiklasan yang tak ada tandingannya, berkat dari ketidaktahuannya
  • dan bila hal itu diterapkan tidak hanya untuk golongannya, melainkan semua yang berdosa, siapa tau hal itu bentuk tertinggi dari pengabdian terhadap islam
  • dengan begitu, menjalani hidup ini hanyalah sesederhana meragukan semuanya, termasuk meragukan keraguan terhadap islam.